Iman D Nugroho, Detroit, USA
"US Citizens?" pertanyaan itu meluncur dari pramugari North West Airlines, beberapa saat sebelum pesawat itu mendarat di Detroit Metro International Airport, AS. "No, I'm not," jawab saya. Dengan cekatan pramugari itu memberikan dua form yang harus di isi.
Form yang dikenal dengan sebutan dengan "Form I-94" itu berisi pertanyaan dasar identitas, alasan datang ke AS, berapa uang yang dibawa hingga alamat yang akan didatangi itu harus diisi sebagai prasyarat memasuki AS.
Well,..memang itu bukan hal istimewa. Mengingat setiap negara memang berhak meregulasi data orang-orang yang masuk ke negara yang bersangkutan. Apalagi negara seperti AS, yang seringkali menjadi magnet bagi orang-orang dari luas AS untuk datang dan memperbaiki nasib mereka.
Form yang sudah terisi itu kemudian menjadi data yang akan dimiliki oleh pemerintah AS, melalui Departement of Homeland Security (DHS) dan US Immigration and Customs enforcement (ICE).
Yang menarik, saat mendarat di Bandara Metro Detroit, AS. Petugas DHS dan ICE secara khusus meminta Saya untuk masuk ke kantor DHS/ICE untuk menjalani prosedur khusus untuk pengunjung dan penduduk tidak tetap (special procedures for visitor and temporary residents).
"New regulations addressing special registration have been put into effect to help ensure the safety of all persons in the United States," tulis DHS/ICE dalam dokumen yang diserahkan usai pemeriksaan. Program ini ada setelah peristiwa serangan teroris 11 September 2004 lalu.
Uniknya, tidak semua orang menjalani special procedures itu. Saat Saya diminta masuk ke ruangan itu, hanya ada tiga laki-laki (dua dari Indonesia, dan satu tentara Korea Selatan) dan dua wanita (kemungkinan asal China).
Sementara yang lain, bebas tanpa prosedure yang sama. Jujur saja,..meski merasa diperlakukan berbeda, tidak ada "keberanian" untuk memprotes. Malah, pikiran nakal muncul untuk menjalani semuanya, agar punya cerita yang "berbeda".
Dalam pemeriksaan itu, sekali lagi harus mengisi form pertanyaan yang tidak jauh berbeda. Plus,..menjalani pencatatan sidik jari dan foto diri (untuk kesekian kalinya). Usai semua pemeriksaan, langsung bisa melanjutkan perjalanan. Selesai?
Belum. Di security check bandara yang sama, saya harus menjalani pemeriksaan "lengkap". Termasuk mencopot sepatu untuk meyakinkan tidak ada "barang ilegal" yang tersembunyi di dalamnya. Hmm,..resiko jadi laki-laki Indonesia.
"US Citizens?" pertanyaan itu meluncur dari pramugari North West Airlines, beberapa saat sebelum pesawat itu mendarat di Detroit Metro International Airport, AS. "No, I'm not," jawab saya. Dengan cekatan pramugari itu memberikan dua form yang harus di isi.
Form yang dikenal dengan sebutan dengan "Form I-94" itu berisi pertanyaan dasar identitas, alasan datang ke AS, berapa uang yang dibawa hingga alamat yang akan didatangi itu harus diisi sebagai prasyarat memasuki AS.
Well,..memang itu bukan hal istimewa. Mengingat setiap negara memang berhak meregulasi data orang-orang yang masuk ke negara yang bersangkutan. Apalagi negara seperti AS, yang seringkali menjadi magnet bagi orang-orang dari luas AS untuk datang dan memperbaiki nasib mereka.
Form yang sudah terisi itu kemudian menjadi data yang akan dimiliki oleh pemerintah AS, melalui Departement of Homeland Security (DHS) dan US Immigration and Customs enforcement (ICE).
Yang menarik, saat mendarat di Bandara Metro Detroit, AS. Petugas DHS dan ICE secara khusus meminta Saya untuk masuk ke kantor DHS/ICE untuk menjalani prosedur khusus untuk pengunjung dan penduduk tidak tetap (special procedures for visitor and temporary residents).
"New regulations addressing special registration have been put into effect to help ensure the safety of all persons in the United States," tulis DHS/ICE dalam dokumen yang diserahkan usai pemeriksaan. Program ini ada setelah peristiwa serangan teroris 11 September 2004 lalu.
Uniknya, tidak semua orang menjalani special procedures itu. Saat Saya diminta masuk ke ruangan itu, hanya ada tiga laki-laki (dua dari Indonesia, dan satu tentara Korea Selatan) dan dua wanita (kemungkinan asal China).
Sementara yang lain, bebas tanpa prosedure yang sama. Jujur saja,..meski merasa diperlakukan berbeda, tidak ada "keberanian" untuk memprotes. Malah, pikiran nakal muncul untuk menjalani semuanya, agar punya cerita yang "berbeda".
Dalam pemeriksaan itu, sekali lagi harus mengisi form pertanyaan yang tidak jauh berbeda. Plus,..menjalani pencatatan sidik jari dan foto diri (untuk kesekian kalinya). Usai semua pemeriksaan, langsung bisa melanjutkan perjalanan. Selesai?
Belum. Di security check bandara yang sama, saya harus menjalani pemeriksaan "lengkap". Termasuk mencopot sepatu untuk meyakinkan tidak ada "barang ilegal" yang tersembunyi di dalamnya. Hmm,..resiko jadi laki-laki Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar